BAB I
UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970
UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1970
A. Pengertian Tempat Kerja
Yang dimaksud dengan “tempat kerja” dalam undang-undang (UU) ini adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya terhadap pekerja.
Berikut adalah beberapa pengertian yang terkait dengan tempat kerja:
Yang dimaksud dengan “tempat kerja” dalam undang-undang (UU) ini adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya terhadap pekerja.
Berikut adalah beberapa pengertian yang terkait dengan tempat kerja:
- Pengurus: bertugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian tempat kerja yang berdiri sendiri. Dalam Undang-undang Keselamatan Kerja, pengurus tempat kerja berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan semua ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya.
- Pengusaha: orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu tempat kerja.
- Direktur: adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawas Norma Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan).
- Pegawai Pengawas. Seorang pegawai pengawas harus mempunya keahlian khusus yang dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan praktek dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu proses pendidikan tertentu.
- Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar Departemen Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
B. Tujuan
Tujuan daripada UU Keselamatan Kerja adalah:
Tujuan daripada UU Keselamatan Kerja adalah:
- Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
- Agar sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
- Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun.
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5, 20 dan 27
2. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Ketenagakerjaan.
1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5, 20 dan 27
2. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Ketenagakerjaan.
Beberapa Peraturan yang Berkaitan dengan K3
- UU No. 1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948 No. 1, yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
- UU UAP (Stoon Ordonantie, Stdl. No.225 tahun 1930), yang mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat nasional.
- UU Timah Putih Kering, yang mengatur tentang larangan membuat, memasukkan, menyimpan atau menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan atau dengan izin dari pemerintah.
- UU Petasan, yang mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluan pemerintah.
- UU Rel Industri, yang mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan perdagangan.
- UU No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
- UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial:
- a. Jaminan kecelakaan kerja
b. Jaminan kematian
c. Jaminan hari tua
d. Jaminan pemeliharaan kesehatan
D. Ruang Lingkup
Undang-undang Keselamatan Kerja memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang Keselamatan Kerja memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Azas-azas yang digunakan dalam UU No. 1 tahun 1970 adalah :
• Azas nationaliteit memberlakukan UU keselamatan kerja kepada setiap warga negara yang berada di wilayah hukum Indonesia (termasuk wilayah kedutaan Indonesia di luar negeri dan terhadap kapal-kapal yang berbendera Indonesia).
• Azas teritorial memberlakukan UU keselamatan kerja sebagaimana hukum pidana lainnya kepada setiap orang yang berada di wilayah atau teritorial Indonesia, termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia (kecuali yang mendapat kekebalan diplomatik).
Dengan demikian, UU ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat 3 unsur, yaitu:
• Adanya tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha
• Adanya tenaga kerja yang bekerja
• Adanya bahaya kerja
• Azas nationaliteit memberlakukan UU keselamatan kerja kepada setiap warga negara yang berada di wilayah hukum Indonesia (termasuk wilayah kedutaan Indonesia di luar negeri dan terhadap kapal-kapal yang berbendera Indonesia).
• Azas teritorial memberlakukan UU keselamatan kerja sebagaimana hukum pidana lainnya kepada setiap orang yang berada di wilayah atau teritorial Indonesia, termasuk warga negara asing yang tinggal di Indonesia (kecuali yang mendapat kekebalan diplomatik).
Dengan demikian, UU ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat 3 unsur, yaitu:
• Adanya tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha
• Adanya tenaga kerja yang bekerja
• Adanya bahaya kerja
E. Syarat-syarat K3
Persyaratan tersebut ditetapkan dalam pasal-pasal di bawah ini:
• Pasal 3 ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.
• Pasal 2 ayat 3 merupakan escape clausul , sehingga rincian yang ada dalam pasal 3 ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian hari.
• Pasal 4 ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan dan kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.
Persyaratan tersebut ditetapkan dalam pasal-pasal di bawah ini:
• Pasal 3 ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.
• Pasal 2 ayat 3 merupakan escape clausul , sehingga rincian yang ada dalam pasal 3 ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian hari.
• Pasal 4 ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan dan kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.
F. Pengawasan K3
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU Keselamatan Kerja, sedangkan pegawai pengawas dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya UU ini dan membantu pelaksanaannya.
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap UU Keselamatan Kerja, sedangkan pegawai pengawas dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya UU ini dan membantu pelaksanaannya.
G. Pembinaan K3
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur tentang kewajiban pengurus dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya. Undang-undang Keselamatan Kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja. Hal ini juga berlaku pula bagi orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur tentang kewajiban pengurus dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerjanya. Undang-undang Keselamatan Kerja juga mengatur kewajiban tenaga kerja. Hal ini juga berlaku pula bagi orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.
H. Ketentuan Pelanggaran
Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan UU Keselamatan Kerja adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setingginya Rp. 100.000,-. Proses projustisia dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan UU Keselamatan Kerja adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setingginya Rp. 100.000,-. Proses projustisia dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
I. Peraturan Pelaksanaan
Dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Peraturan pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement (VR) 1910 berupa peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan pasal 17 UU Keselamatan Kerja.
2. Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan UU Keselamatan Kerja sendiri sebagai peraturan organiknya.
Dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Peraturan pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement (VR) 1910 berupa peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan pasal 17 UU Keselamatan Kerja.
2. Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan UU Keselamatan Kerja sendiri sebagai peraturan organiknya.
BAB II
DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)
DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)
A. Tujuan K3
Seperti yang sudah dijelaskan dalam UU Keselamatan Kerja, tujuan K3 adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin:
• Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya.
• Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
• Proses produksi berjalan lancar.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam UU Keselamatan Kerja, tujuan K3 adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin:
• Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya.
• Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
• Proses produksi berjalan lancar.
B. Pengertian
1. Pengertian K3
Secara Filosofi :
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
1. Pengertian K3
Secara Filosofi :
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Secara Keilmuan :
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Secara Praktis :
Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.
Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.
2. Potensi bahaya (Hazard) adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan kecelakaan dan kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.
3. Tingkat bahaya (Danger) adalah ungkapan adanya potensi bahaya secara relative.
4. Risiko (Risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
5. Insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan kontrak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
6. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda.
7. Aman dan selamat adalah kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya).
8. Tindakan tidak aman adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.
9. Keadaan yang tidak aman adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
3. Tingkat bahaya (Danger) adalah ungkapan adanya potensi bahaya secara relative.
4. Risiko (Risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
5. Insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan kontrak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
6. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda.
7. Aman dan selamat adalah kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya).
8. Tindakan tidak aman adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.
9. Keadaan yang tidak aman adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
C. Prinsip Dasar Pencegahan Kecelakaan
Pada dasarnya semua hampir semua kecelakaan dapat dicegah dan dapat diidentifikasi penyebabnya. Dalam usaha pencegahan kecelakaan, penyebab dasar atau akar permasalahan dari suatu kejadian harus dapat diidentifikasi, sehingga tindakan koreksi bisa tepat dilaksanakan untuk mencegah kejadian yang sama. Teori domino, merupakan salah satu teori yang dapat dipakai sebagai acuan dalam proses tersebut.
Pada dasarnya semua hampir semua kecelakaan dapat dicegah dan dapat diidentifikasi penyebabnya. Dalam usaha pencegahan kecelakaan, penyebab dasar atau akar permasalahan dari suatu kejadian harus dapat diidentifikasi, sehingga tindakan koreksi bisa tepat dilaksanakan untuk mencegah kejadian yang sama. Teori domino, merupakan salah satu teori yang dapat dipakai sebagai acuan dalam proses tersebut.
Rangkaian faktor-faktor penyebab kejadian kecelakaan dalam teori domino dapat diurutkan sbb:
1. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (Lack of control management)
2. Penyebab Dasar
3. Sebab yang Merupakan Gejala (Symptom): Kondisi dan Tindakan Tidak Aman
4. Kecelakaan
5. Biaya Kecelakaan
1. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (Lack of control management)
2. Penyebab Dasar
3. Sebab yang Merupakan Gejala (Symptom): Kondisi dan Tindakan Tidak Aman
4. Kecelakaan
5. Biaya Kecelakaan
D. Metode Pencegahan Kecelakaan
Dalam upaya pencegahan kecelakaan, ada 5 tahapan pokok yaitu:
1. Organisasi K3
2. Menemukan fakta atau masalah: survey, inspeksi, observasi, investigasi dan reviu record kecelakaan.
3. Analisis
Dari hasil analisis dapat saja dihasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan.
4. Pemilihan / Penetapan alternatif / Pemecahan
5. Pelaksanaan
Menurut International Labour Organization (ILO), langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kecelakaan kerja antara lain:
1. Peraturan Perundang-undangan
2. Standarisasi
3. Inspeksi
4. Riset teknis, medis, psikologis, statistik
5. Pendidikan dan Pelatihan
6. Persuasi
7. Asuransi
Dalam upaya pencegahan kecelakaan, ada 5 tahapan pokok yaitu:
1. Organisasi K3
2. Menemukan fakta atau masalah: survey, inspeksi, observasi, investigasi dan reviu record kecelakaan.
3. Analisis
Dari hasil analisis dapat saja dihasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan.
4. Pemilihan / Penetapan alternatif / Pemecahan
5. Pelaksanaan
Menurut International Labour Organization (ILO), langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kecelakaan kerja antara lain:
1. Peraturan Perundang-undangan
2. Standarisasi
3. Inspeksi
4. Riset teknis, medis, psikologis, statistik
5. Pendidikan dan Pelatihan
6. Persuasi
7. Asuransi
E. Analisis Kecelakaan Kerja
Menurut peraturan perundangan, setiap kejadian kecelakaan kerja wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah kecelakaan tersebut terjadi. Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan yang terkait dengan hubungan kerja.
Tujuan dari kewajiban melaporkan kecelakaan kerja adalah :
• Agar pekerja yang bersangkutan mendapatkan haknya dalam bentuk jaminan dan tunjangan
• Agar dapat dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa
Menurut peraturan perundangan, setiap kejadian kecelakaan kerja wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah kecelakaan tersebut terjadi. Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan yang terkait dengan hubungan kerja.
Tujuan dari kewajiban melaporkan kecelakaan kerja adalah :
• Agar pekerja yang bersangkutan mendapatkan haknya dalam bentuk jaminan dan tunjangan
• Agar dapat dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa
Dari hasil laporan kecelakaan kerja, harus dilakukan analisis yang mencakup beberapa hal di bawah ini:
1. Tujuan
2. Apa yang dianalisis
3. Siapakah petugas analisis
4. Langkah-langkah analisis
5. Cara analisis
1. Tujuan
2. Apa yang dianalisis
3. Siapakah petugas analisis
4. Langkah-langkah analisis
5. Cara analisis
Laporan analisis kecelakaan harus dapat menggambarkan hal-hal sbagai berikut :
• Bentuk kecelakaan – tipe cidera pada tubuh
• Anggota badan yang cidera akibat kecelakaan
• Sumber cidera
• Type kecelakaan – peristiwa yang menyebabkan cidera
• Kondisi berbahaya – kondisi fisik yang menyebabkan kecelakaan
• Penyebab kecelakaan – objek, peralatan, mesin berbahaya
• Sub penyebab kecelakaan – bagian khusus dari mesin, peralatan yang berbahaya
• Perbuatan tidak aman
• Bentuk kecelakaan – tipe cidera pada tubuh
• Anggota badan yang cidera akibat kecelakaan
• Sumber cidera
• Type kecelakaan – peristiwa yang menyebabkan cidera
• Kondisi berbahaya – kondisi fisik yang menyebabkan kecelakaan
• Penyebab kecelakaan – objek, peralatan, mesin berbahaya
• Sub penyebab kecelakaan – bagian khusus dari mesin, peralatan yang berbahaya
• Perbuatan tidak aman
BAB III
KELEMBAGAAN K3
KELEMBAGAAN K3
A. Kelembagaan K3
Adalah sebuah organisasi / badan swasta independent, non pemerintah yang bergerak di bidang pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), beranggotakan perusahaan dan lembaga usaha berbadan hukum di Indonesia. Lembaga K3 yang ada di Indonesia pada saat ini adalah : P2K3, DK3N dan PJK3.
• P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah suatu lembaga yang dibentuk di perusahan untuk membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja.
• DK3N (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional) adalah suatu lembaga yang dibentuk untuk membantu memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri tentang usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja.
• PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatahn Kerja) adalah suatu lembaga usaha berdasarkan surat keputusan penunjukkan dari Depnakertrans yang bergerak di bidang jasa keselamatan dan kesehatan kerja yang mempunyai ahli K3 di bidangnya.
Adalah sebuah organisasi / badan swasta independent, non pemerintah yang bergerak di bidang pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), beranggotakan perusahaan dan lembaga usaha berbadan hukum di Indonesia. Lembaga K3 yang ada di Indonesia pada saat ini adalah : P2K3, DK3N dan PJK3.
• P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah suatu lembaga yang dibentuk di perusahan untuk membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja.
• DK3N (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional) adalah suatu lembaga yang dibentuk untuk membantu memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri tentang usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja.
• PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatahn Kerja) adalah suatu lembaga usaha berdasarkan surat keputusan penunjukkan dari Depnakertrans yang bergerak di bidang jasa keselamatan dan kesehatan kerja yang mempunyai ahli K3 di bidangnya.
B. Dasar Hukum
Dasar hukumnya adalah UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 10 ayat 1 dan 2 dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu :
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 125/Men/1984 tentang pembentukan, susunan dan tata kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 04/Men/1987 tentang P2K3 serta tata cara penunjukkan ahli K3
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1995 tentang PJK3.
Dasar hukumnya adalah UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 10 ayat 1 dan 2 dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu :
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 125/Men/1984 tentang pembentukan, susunan dan tata kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 04/Men/1987 tentang P2K3 serta tata cara penunjukkan ahli K3
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1995 tentang PJK3.
C. Ruang Lingkup
Meliputi latar belakang kebijakan, dasar hokum, tugas dan fungsi serta prosedur pembentukan lembaga P2K3, DK3N dan PJK3.
Meliputi latar belakang kebijakan, dasar hokum, tugas dan fungsi serta prosedur pembentukan lembaga P2K3, DK3N dan PJK3.
D. Tugas Pokok dan Fungsi P2K3 DK3N dan PJK3
1. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Tugas pokok:
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha mengenai K3
Fungsi:
- menghimpun dan mengolah data tentang K3 di tempat kerja
- membantu menuunjukkan dan menjelaskan K3 pada setiap tenaga kerja
- membantu pengusaha dalam mengevaluasi K3
1. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Tugas pokok:
Memberikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha mengenai K3
Fungsi:
- menghimpun dan mengolah data tentang K3 di tempat kerja
- membantu menuunjukkan dan menjelaskan K3 pada setiap tenaga kerja
- membantu pengusaha dalam mengevaluasi K3
Persyaratan, Pembentukan dan Penunjukan diatur dalam Peraturan Menaker No.: Per-04/MEN/1987.
2. DK3N (Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional)
Tugas pokok:
Memberikan saran dan pertimbangan kepada menteri mengenai K3
Fungsi:
Menghimpun dan mengolah data K3 di tingkat nasional dan membantu menteri dalam memasyarakatkan K3.
Tugas pokok:
Memberikan saran dan pertimbangan kepada menteri mengenai K3
Fungsi:
Menghimpun dan mengolah data K3 di tingkat nasional dan membantu menteri dalam memasyarakatkan K3.
Persyaratan, Pembentukan dan Penunjukan diatur dalam Peraturan Menaker No.: Kep. 155/MEN/1994.
3. PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Tugas pokok:
Membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Fungsi:
Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan masalah K3.
3. PJK3 (Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Tugas pokok:
Membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Fungsi:
Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan masalah K3.
Persyaratan, Pembentukan dan Penunjukan diatur dalam Peraturan Menaker No.: Per-04/MEN/1995.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
Materi mengenai Undang-undang No. 1 tahun 1970, Dasar-dasar K3 dan Kelembagaan K3 sudah cukup memadai untuk diberikan kepada para Ahli K3 di perusahaan.
Kaitannya dengan sosialisasi UU Keselamatan Kerja dan peraturan-peraturan yang terkait, harus melibatkan manajemen paling tinggi di suatu perusahaan dan mengharapkan komitmen mereka terhadap UU dan peraturan yang sudah dibuat.