Budaya
memecahkan masalah (problem solving) merupakan kunci dalam upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus yang berdampak positif
terhadap terciptanya produk yang berkualitas, karena ketika kita memecahkan masalah
dengan baik dan cepat dan sistematis kita akan menjadi lebih produktif. Hal tersebut dapat
tercapai jika dilakukan usaha pemberdayaan diseluruh level karyawan dalam
menunjang terciptanya lingkungan kerja yang berorientasi perbaikan secara terus
menerus agar lebih baik (kaizen).
Begitu
pentingnya pemahaman problem solving khususnya dalam pengelolaan pekerjaan yang
berada di shoopfloor area, dimana setiap saat permasalahn selalalu mengintai
bagi siapapun yang melalaikan aturan dan prosedur yang ada. Dalam
lingkungan kerja, masalah dapat digambarkan sebagai situasi dimana antara yang
diharapkan/direncanakan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai atau terdapat
hambatan antara yang dinginkan dengan keadaan yang sebenarnya.
Menciptakan
budaya pemecahan masalah yang efektif, haruslah dilakukan secara sistematis,
terstruktur dengan prosedur eskalasi yang terintegrasi, sehingga pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan cepat dalam menaggulangi setiap persoalan yang
biasa muncul di area shopfloor.
Taiichi Ohno
sebagai figure yang memprakarsai lahirnya Toyota Production System (TPS),
sering mengatakan bahwa :
„
Tidak memiliki masalah adalah merupakan masalah yang terbesar dari semua, Dia
memandang masalah bukan sebagai sesaatu yang negatif, tetapi sebagai
"peluang Kaizen=Perbaikan yang menyamar." Setiap kali masalah muncul,
dia mendorong stafnya untuk menyelidiki sumber masalah dan selalu
"bertanya lima kali 'mengapa' tentang setiap permasalahan.
Hal tersebut adalah wajar
bahwa setiap pekerjaan pasti saja ditemukan permasalahan, baik permasalahan yang
berpotensi muncul dan telah diantisipasi dengan tindakan preventif melalui
penggunaan metoda yang efektif seperti menerpakan sistem Poka Yoke dsb.
Yang harus
dihindari dalam konteks pemecahan masalah adalah timbulnya kesalahan yang sama
secara berulang yang dikarenakan ketidak
efektifnya metode yang diterapkan atau para pemecah masalah tidak sanggup
mengidentifikasi akar penyebanya (root caused) yang sebanrnya.
Terdapat
beberapa pendekatan dalam mengidentifikasi permasalahan, dalam konsep lean yang
berbasis shopfloor managemen (genba kanri), sehingga identifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakana pendekatan 5S, 7 waste ataupun suatu yang dikenal dengan
aktivitas Genji Genbatsu ( suatu istilah bahasa Jepang yang berarti pergi untuk
mengunjungi lapangan/tempat kejadian untuk mengetahui dan memahami
permasalahan yang sebenarnya).
Hampir
sebagian besar perusahaan/organisasi memiliki orang-orang yang telah berpengalaman
melalui beberapa bentuk pelatihan pemecahan masalah, namun sangat sedikit
perusahaan atau organisasi menanamkan budaya pemecahan masalah yang sustaibable
dalam lingkungan kerja yang berbasis kelompok (tim kecil).
Tidak tumbuhnya budaya pemecahan masalah dikarenakan
beberapa faktor yang terlupakan anatara lain disebabakan karena :
- Timbulanya masalah lebih dianggap sebagai factor untuk saling menyalahkan dibanding sebagai kesempatan untuk melakukan perbaikan melalui identifikasi akar permasalahan yang tepat.
- Ketika masalah terjadi hal pertama yang ingin diketahaui adalah siapa yang melakukannya? Ketika mereka tahu biasanya melakukan "stempel" akar-penyebab dan menyatakan bahwa akar penyebab adalah kurangnya pelatihan. Karena re-pelatihan tidak mencegah masalah dari terjadi lagi, pasti akan terulang. Dengan kondisi tersebut, sangat jarang bisa dilihat bahwa masalah adalah kesempatan untuk perbaikan sebagaimana yang di katakan Taichi Ohno diatas.
- Masalah harus diperlakukan sebagai kegagalan "sistem" dari pada kegagalan orang. Misalnya saja seorang operator mesin bertugas mengamati mesin untuk memastikan bahwa prosesnya tidak menyebabkan produk rusak (cacat). Tidak dapat dipungkiri dalam situasi terjadinya yang tidak terdeteksi dari waktu ke waktu sehingga baru dapat ditemukan dalam proses hilir. Dengan demikian sebuah perusahaan pemecahan masalah akan mengamati ini sebagai kesempatan untuk mengubah sistem daripada untuk kembali melatih operator.
Seluruh
karyawan harus diberdayakan dalam wujud kelompok kerja untuk selalu
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dibuat secera tranparant dengan
pendekatan penyelesaian yang menggunakan system eskalasi pada tiap level
manajemen.
Proses
harus menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi masalah,
apa yang harus dilakukan dan proses apa yang harus diikuti untuk memecahkan masalah sebagai usaha penanggulangan.
Tehnik
yang paling efektif dalam
mengidentifikasi suatu akar peneyebab timbulnya permasalah sebagaimana yang
diterapakan dalam konteks manajemen Toyota yang dikenal dengan TPS adalah dengan menggunakan metoda PDCA
(Plan-Do-Check-Action)
Merencanakan langkah-langkah spesifik dari
melakukan identifikasi masalah yang ada hingga menjadi tindakan
untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih
baik.
2. DO (Melakukan tindakan)
Menetapkan
tindakan-tindakan perbaikan yang di rencanakan.
Kemudian menerapkan sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan/dilakukan.
3. CHECK (memeriksa hasil)
Melakukan
pemeriksaan untuk memastikan rencana
tersebut berjalan dengan baik sehingga masalah
penyimpanagan yang sama tidak terulang
kembali lalu fokus ke perbaikan yang berkelanjutan.
4. ACT (Tindakan)
Tindakan
untuk mengimplementasikan, mendokumentasikan dan mempertahankan rencana kerja untuk menghindari rintangan yang timbul.
Implementasi
penerapan PDCA diuraikan dalam beberapa proses penyelesaian masalah yang
dikenal dengan 8 Process Toyota Business Process meliputi :
1. Menentukan persepsea awal terjadinya masalah.
Identifikasi permasalahan secara rinci
menyangkut masalah-masalah yang muncul untuk memperjelas masalah yang terjadi.
2. Mengklarifikasi
masalah yang terjadi.
Uraikan dengan rinci permasalahan yang
terjadi dan lakukan kunjungan ketempat kejadian untuk mensinkronkan data yang
ada dengan kondisi kejadian yang sebenarnya.
3. Menentukan titik permasalahan
(point of cause)
Tindakan cepat sementara untuk mencegah
permasalahan lebih lanjut dengan menentukan penyebab lansung melalui pelacakan
kembali untuk mengetahui penyebab suatu permasalah (sering digambarkan dengan
lokasi fisik terjadinya masalah atau berupa keterangan dan penjelasan).
4. Investigasi
akar permasalahan dengan 5W (5 Mengapa)
Tindak lanjuti dengan melakukan dan
mengidentifikasi berbagai potensi terjadinya masalah. Lakukan dengan
menggunakan diagram Oshikawa untuk menevaluasi peneyebab lansung dan pendekatan
5 Why (5 mengapa) untuk mengetahui akar permaslahan yang terjadi.
Dengan
mengulang mengapa sebanyak lima kali, maka menjadi mungkin untuk
mengidentifikasi penyebab yang sebenarnya dan solusi sebenarnya ( Taichi Ohno)
Evaluasi potensi penyebab lansung
terjadinya masalah berdasarkan kenyataan yang dilakukan.
5. Mengembangkan
Penaggulangan masalah
Evalausi kemumngkinan penanggulangan
masalah untuk menanggulanagi penyebab lansung. Tindakan Spesifik untuk
menaggulangi "Penyebab langsung" dan Akar Permasalahan, melalu suatu
tindakan "action plan" yang terencana dengan baik
6. Memantau
Penanggulanagan (see countermeasure)
Lakukan
evaluasi terhadap kenyataan yang dipeorlaeh berdasarkan action plan yang
disebutkan pada point No. 5.
7. Melakukan
evaluasi
Bagaimana hasil tindakan & perubahan
yang dicapai pasca tindakan perbaikan.
- Apa poin pembelajaran
telah diperoleh, dan kepada siapa, harus dikomunikasikan
- Review
hasil perbaikan secara teratur sampai pelaksanaan penaggulangan tuntas dilaksanakan
8. Standarnisasi.
Documentasikan hasil perbaikan dan jadikan
sebagai standar acuan kerja yang baru.
-
Berbagi informasi ( Yokaten) : pelajari
permasalahannya dan lakukan sharing
informasi kepada pihak lain terkait di lingkungan pabrik.
-
Apakah penaggulangan masalah termasuk Poka Yoke?
bagaimana pelaksanaannya.
Tanpa langkah-langkah informasi
yang tidak relevan dan mengenalan permasalah secara real dilapangan maka menemukan kesepakatan tentang akar penyebab masalah semakin sulit. Tindakan yang efektif hanya dapat mengikuti pemikiran yang jernih.
Di Toyota proses penyelesaian masalah dipetakan kedalam suatu standar form yang ringkas dan efektif yang dikenal dengan A3 Problem
Solving, untuk tujuan pemecahan
masalah yang difokuskan mencari akar permasalahan yang sebenarnya
sebagai langkah yang strategis untuk melakukan perbaikan yang efektif
dengan menghindari agar permasalahan yang sama tidak terjadi terjadi
kembali.
Adalah telah menjadi tantangan hanmpir disemua level
manajemen dalam suatu lingkungan organisasi lebih-lebih dalam banyak
organisasi, pemecahan masalah merupakan sesuatu hal yang dianggap remeh
selama
ini, tanpa disadari bahwa ketrampilan melakukan pemecahan masalah sangat
diperlukan dalam meraih keuntungan sesuai target yang dicanangkan serta
memuaskan pelayanan.